Jakarta, — Pimpinan Redaksi Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI), Agung Sulistio, menegaskan bahwa profesi jurnalis adalah penjaga kebenaran dan pilar demokrasi yang tidak bisa dianggap sebagai ancaman. Dalam kapasitasnya juga sebagai Ketua Umum Gabungan Media Online Cetak Ternama (GMOCT) dan Ketua II Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI), Agung menyebut jurnalis bekerja berdasarkan panggilan nurani, bukan demi kepentingan atau tekanan pihak mana pun.
> “Menjadi jurnalis investigasi bukan perkara mudah. Kami di lapangan tidak hanya menulis, tapi menggali fakta yang sering tersembunyi di balik kepentingan. Kami bekerja bukan demi sensasi, tapi demi kebenaran,” tegas Agung Sulistio dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/10).
Agung menyoroti masih adanya pihak yang memandang wartawan sebagai ancaman. Menurutnya, persepsi keliru tersebut justru bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah bagian dari hak asasi manusia dan wujud kedaulatan rakyat. “Kami bekerja berdasarkan undang-undang, bukan pesanan. Kebebasan pers tidak boleh disalahgunakan, tapi juga tidak boleh dibungkam. Tugas kami adalah mengawasi, mengedukasi, dan menyuarakan kebenaran,” ujarnya.
Lebih lanjut, Agung menekankan pentingnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) sebagai instrumen hukum yang menjamin hak masyarakat untuk tahu. Menurutnya, keterbukaan informasi adalah kunci transparansi dan akuntabilitas publik. “Ketika informasi ditutup, potensi penyalahgunaan kekuasaan tumbuh. Jurnalis menjadi jembatan antara fakta dan masyarakat agar kebenaran tidak tertutup oleh kepentingan,” jelas Agung.
Ia juga menegaskan bahwa tindakan menghalangi atau mengintimidasi jurnalis merupakan pelanggaran hukum. Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pers, pelaku yang dengan sengaja menghambat kerja jurnalistik dapat dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta. “Negara melindungi pers yang bekerja sesuai kode etik. Siapa pun yang mencoba membungkam jurnalis berarti melawan hukum dan mengkhianati demokrasi,” ujarnya menegaskan.
Selain itu, Agung menyoroti pentingnya Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang menjadi pedoman moral dan profesional bagi insan pers. Menurutnya, kebebasan pers harus dijalankan dengan tanggung jawab. “Kebebasan tanpa etika akan menyesatkan. Tapi kebebasan dengan integritas akan mencerahkan bangsa. Pers yang beretika adalah penjaga moral publik,” imbuhnya.
Menutup pernyataannya, Agung Sulistio menegaskan bahwa jurnalis sejati tidak akan tunduk pada tekanan. “Kami bukan musuh, kami pengawal kebenaran. Ancaman dan tekanan tidak akan menghentikan langkah kami untuk terus mengungkap fakta di lapangan. Tanpa pers yang bebas dan berintegritas, kebenaran akan terkubur oleh kepentingan,” pungkasnya dengan nada tajam.










