Bandung – Pada tanggal 20 November 2023, Dewan Pers dikabarkan mengambil sikap dan mengeluarkan seruan dengan Nomor : 02/S-DP/XI/2023 Tentang Perangkapan Profesi Wartawan dan Keanggotaan LSM.
Dewan Pers yang diketuai oleh Dr. Ninik Rahayu, S.H.,M.S, melalui Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers seringkali menerima pengaduan masyarakat dan kelompok sosial lainnya terkait adanya sejumlah wartawan/pimpinan redaksi pers, yang juga merangkap sebagai anggota/aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan tertentu. Masyarakat seringkali mengaku tidak nyaman, resah atas kehadiran mereka.
Tidak jarang media – media tersebut dalam pemberitaannya mengutip pernyataan wartawan/pimpinan medianya sebagai narasumber dengan atribusi pimpinan/aktivis LSM atau organisasi massa tertentu.
Pun, dalam menjalankan kegiatan jurnalistik seringkali wartawan – dengan berbagai alasan – mengaku sebagai anggota LSM atau aktivis organisasi massa tertentu, baru kemudian sebagai wartawan atau memuat hasil informasi yang diperolehnya di media mereka tanpa memberitahukan kepada orang yang diwawancarainya.
Dalam hubungan ini, Dewan Pers mengingatkan :
1. Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik”
2. Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menyatakan “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia”.
3. Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik berbunyi “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Penafsiran: Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers”.
4. Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik berbunyi: “Wartawan Indonesia menempuh cara -cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik”. Cara–cara profesional antara lain menunjukan identitas diri kepada narasumber.
Mengingat serangkaian tugas yang diemban, seorang wartawan profesional akan tersita waktunya untuk menjalankan tugas profesionalnya itu. Dengan demikian, seorang wartawan profesional akan fokus pada tugas-tugas yang diembannya.
Seseorang menjadi anggota/aktivis LSM dan anggota organisasi massa merupakan hak asasi dan hak konstitusionalnya, termasuk wartawan. Karena itu tidak ada larangan menjadi anggota LSM atau organisasi massa tertentu.
Meskipun demikian, demi menjaga independensi dan menghindari terjadinya konflik kepentingan sebagai wartawan profesional, apabila ada peristiwa yang menyangkut kepentingan LSM yang dipimpin/diikuti wartawan tersebut wajib tidak melakukan kerja jurnalistik terkait subjek/objek LSM atau organisasi massa tersebut. Lebih baik lagi apabila wartawan tersebut mengundurkan diri dari keanggotaan/aktivitas LSM atau organisasi kemasyarakatan tertentu demi menjaga kemurnian pers profesional. Demikian Seruan Dewan Pers untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Ketua Ormas Laskar Banten Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Kota Bandung, Agus Jaya Sudrajat mengapresiasi dan mengomentari seruan dari Dewan Pers tersebut, dia sangat setuju dengan adanya himbauan itu, namun dirinya berharap agar Dewan Pers juga Tegas, Fair dan Gentle dalam mengeluarkan seruannya.
Agus Jaya S mengatakan, seharusnya Dewan Pers juga lebih melihat bahwa banyaknya para politikus, para petinggi di beberapa partai tertentu atau para pejabat tinggi lainnya yang memiliki media, baik itu media elektronik (seperti TV dan Radio), ataupun memiliki media online dan cetaknya. Selain ada beberapa parpol yang memiliki media, banyak juga dari mereka sebagai para petinggi di parpol ataupun para pejabat tinggi bahkan aparat yang berdiri didalam struktural media ataupun sebagai penasehat juga sebagai pembinanya. Dan ada juga mereka yang masuk kedalam kepengurusan atau sebagai penasehat dan sebagai pembina di ormas ataupun LSM tertentu.
“Saya sangat setuju dengan seruan dewan pers ini, namun, apakah seruan ini disampaikan juga kepada mereka para petinggi di parpol, para pejabat ataupun aparat agar tidak memiliki ataupun tidak bernaung didalam media bahkan dalam kepengurusan ormas dan LSM?”, ujar Agus Jaya.
Agus Jaya melanjutkan, jika mengacu pada Pasal 1 butir 4 dan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, itu sangat setuju dan betul, lalu apakah mereka para petinggi di parpol atau para pejabat tinggi yang memiliki media, yang menjadi pengurus, yang menjadi penasehat dan pembina didalam media tertentu bisa menjalankan atau secara teratur melaksanakan fungsinya sesuai norma-norma yang berlaku?.
“Dan berdasarkan Pasal 1 dan Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik, apakah Dewan Pers sudah melihat bahwa mereka para petinggi parpol atau para pejabat tinggi yang memiliki perusahaan media/pers atau yang berdiri dalam kepengurusan atau sebagai penasehat dan pembina di medianya sudah bersikap independen, tidak meminta mempublikasikan pada media yang dimilikinya untuk kepentingan jabatan dan organisasinya?. Apakah mereka sudah melakukan kegiatan atau tupoksinya yang di publikasikan medianya sudah sesuai fakta, sesuai dengan hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk permintaan dari para penguasa?, imbuh Agus Jaya.
“Jadi kami harap Dewan Pers harus adil dan lebih bijaksana dalam mengeluarkan edarannya, janganlah edaran itu hanya untuk mereka yang dibawah atau hanya untuk rakyat kecil yang rela menjadi anggota media atau LSM/Ormas, dan mereka sebagai rakyat yang hanya ingin berperan aktif dalam melakukan kontrol sosial dan ingin ikut berperan membantu kemajuan negara serta memberikan pikiran dan tenaganya untuk banyak masyarakat yang berada diwilayahnya. Ingatlah, bahwa banyak dari mereka yang sudah memberikan nilai-nilai positif dan banyak melakukan hal yang bermanfaat bagi masyarakat atau lingkungan sekitarnya”, kata Agus jaya.
Agus Jaya pun mempertanyakan, apakah media yang dimiliki atau yang ada para petinggi parpolnya, atau yang ada para pejabat tinggi, tidak akan hanya mempublikasikan hal positifnya saja, hanya untuk kepentingan atau pencitraan dari mereka saja?, apakah mereka (media dan orang-orang yang ada dalam media itu) akan berani membuka kekeliruan dan penyelewengannya?, dan apakah media dan wartawannya itu akan menjalankan tupoksinya sesuai dengan nurani, fungsi moril dan dengan sesuai aturan yang berlaku di negara ini?.
“Saya juga ingin bertanya lagi, apakah yang banyak mengadu ke Dewan Pers itu benar-benar dari masyarakat ataukah dari mereka para birokrat?, tolong jawab semua pertanyaan kami secara fair, jujur dan sesuai nurani!”, pungkas Agus Jaya.
(GS)